Ibu Rumah Tangga Rentan Depresi? Ini Fakta Nyatanya
Kaminiers, kamu seorang ibu rumah tangga atau seorang anak yang kerap memperhatikan aktivitas ibu setiap hari? Bangun paling pagi, tidur paling malam, tapi sering kali dianggap "nggak banyak pikiran" atau "hidupnya paling santai."
Di balik rutinitas yang terlihat biasa saja, ternyata para ibu rumah tangga ini diam-diam menyimpan berbagai macam rasa. Lelah secara fisik maupun emosional, namun mereka tidak pernah menampilkannya di depan keluarga. Ini yang akhirnya memunculkan perasaan kosong, kesepian, stres, bahkan hingga depresi.
Padahal, jadi ibu rumah tangga itu nggak semudah kelihatannya. Mulai dari mengurus rumah, anak, suami, sampai harus jaga diri tetap waras, semua dilakukan tanpa henti. Yuk, Kaminiers, cari tahu kenapa ibu rumah tangga rentan depresi, supaya kita bisa lebih aware dan empati terhadap peran yang sering kali nggak terlihat ini.
1. Minim Apresiasi dan Validasi

Banyak ibu rumah tangga yang merasa kerja keras mereka tidak dihargai. Pekerjaan domestik ini sering dianggap "biasa saja" karena dilakukan di rumah, tanpa gaji, tanpa jabatan. Orang-orang juga berpikir, ibu rumah tangga nggak punya beban yang dipikul, padahal otak tidak berhenti berputar 24 jam.
Hal paling menyakitkan adalah ketika suami dan anak, orang-orang terdekatnya kerap menganggap remeh peran ibu rumah tangga. Ini yang paling membuat hatinya hancur. Kurangnya apresiasi bisa membuat seseorang merasa nggak cukup berarti dan itu jadi salah satu pemicu depresi.
2. Kurang Ruang untuk Diri Sendiri

Dalam satu hari, kita punya waktu 24 jam untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Sementara ibu rumah tangga, bahkan nggak punya satu detik pun untuk dirinya sendiri. Fokus utama seorang ibu rumah tangga adalah keluarganya, maka dari itu mereka kerap kali melupakan dirinya sendiri dan memprioritaskan kepentingan keluarganya.
Jangankan waktu "me time", kadang waktu refreshing mereka adalah saat bertemu dengan ibu-bu lainnya di pasar, menjemur pakaian, pengajian, atau saat pertemuan wali murid. Waktu yang terbatas ini bisa membuat mereka merasa terisolasi dan kesepian, terutama kalau pasangan juga kurang memberi dukungan emosional.
3. Rutinitas yang Berulang dan Monoton

Setiap hari melakukan hal yang sama tanpa jeda bisa melelahkan mental. Apalagi jika tidak ada variasi atau waktu khusus untuk rehat. Rutinitas yang monoton, tanpa hiburan atau pencapaian pribadi, bisa membuat ibu rumah tangga kehilangan semangat hidup.
Disinilah peran suami dan anak sangat dibutuhkan. Nggak perlu pergi ke luar rumah dan takut mengeluarkan banyak uang, tapi suami dan anak bisa membantu istri mengerjakan pekerjaan rumah di akhir pekan. Kegiatan kecil yang bisa membuat ibu rumah tangga merasa sedikit lebih rileks dan dipedulikan oleh keluarganya.
4. Tekanan Sosial dan Ekspektasi Lingkungan

Standar sosial sering kali menekan ibu rumah tangga untuk selalu tampil sempurna, rumah rapi, anak terurus, masakan enak. Saat nggak bisa memenuhi ekspektasi itu, muncul rasa bersalah dan kecewa pada diri sendiri, yang bisa memicu stres berkepanjangan.
Biasanya tekanan ini berasal dari ibu mertua, ibu dari pihak laki-laki. Mereka kerap merasa anak dan cucunya tidak diurus dengan benar, hanya karena perbedaan pola rawat dan asuh. Untuk para suami, jika kamu mengetahui hal ini tolonglah untuk memberikan semangat pada istri.
Jangan malah apatis dengan alasan tidak ingin memihak atau tidak ingin terlibat dalam masalah. Kamu menikahi seorang wanita yang dulunya juga anak kesayangan dan berharga bagi kedua orang tuanya. Hargai dan tunaikan janjimu untuk membahagiakan dia, sesuai dengan ijab kabul yang kamu ucapkan.
Kaminiers, depresi pada ibu rumah tangga itu nyata dan perlu perhatian lebih. Jangan ragu buat mencari bantuan profesional atau sekadar berbagi cerita dengan orang yang dipercaya.
Jadi ibu rumah tangga bukan berarti harus kuat terus. Perlu banget ada support system, waktu untuk diri sendiri, dan pengakuan bahwa pekerjaan di rumah pun layak dihargai.

