Eko Patrio hingga Nafa Urbach Dinonaktifkan, Tapi Masih Terima Gaji DPR?

Kamini.id – Kabar mengejutkan datang dari dunia politik tanah air. Lima anggota DPR RI resmi dinonaktifkan oleh partai yang menaungi mereka. Nama-nama besar seperti Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, Surya Utama alias Uya Kuya, Nafa Urbach, Ahmad Sahroni, hingga Adies Kadir jadi sorotan publik setelah kabar penonaktifan mereka mencuat.
Baca juga: Rumah Uya Kuya Jadi Sasaran Penjarahan, Ternyata Ditempati Mertuanya
Alasan di balik penonaktifan ini disebut karena ucapan dan tindakan mereka dianggap memicu kegaduhan, bahkan dinilai kurang pantas sebagai wakil rakyat. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pun menegaskan bahwa status nonaktif seharusnya membuat anggota DPR kehilangan hak atas gaji, tunjangan, dan fasilitas lain. Namun, benarkah demikian?
Status Nonaktif Tidak Diatur dalam UU
Faktanya, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang telah diubah lewat UU No 13 Tahun 2019, istilah nonaktif untuk anggota DPR sebenarnya tidak dikenal. Pemberhentian anggota DPR hanya bisa dilakukan lewat tiga cara: pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, dan pemberhentian sementara.
Nah, syarat pemberhentian sementara pun cukup berat, yaitu jika seorang anggota DPR sudah berstatus terdakwa dengan ancaman pidana minimal 5 tahun, atau terjerat tindak pidana khusus. Dengan kata lain, langkah partai politik menonaktifkan Eko Patrio cs belum menyentuh ranah hukum yang sah dalam peraturan perundang-undangan.
Masih Sah Terima Gaji dan Tunjangan
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, menegaskan bahwa meski partai sudah menonaktifkan kelima nama tersebut secara internal, status mereka di DPR tetap sah. Artinya, Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urbach, Ahmad Sahroni, dan Adies Kadir masih berhak menerima gaji, tunjangan, hingga fasilitas sebagai anggota DPR aktif.
“Kalau dari sisi teknis, ya tetap terima gaji,” ujar Said Abdullah di Kompleks Parlemen, Senayan. Pernyataan ini sontak bikin publik makin ramai membicarakan soal transparansi dan akuntabilitas wakil rakyat.
Drama politik ini membuat publik bertanya-tanya: kalau status nonaktif ternyata tidak diatur dalam undang-undang, lalu sebenarnya apa arti penonaktifan itu? Apakah sekadar sanksi internal tanpa konsekuensi nyata, atau ada langkah lanjutan yang akan ditempuh?
Yang jelas, Kaminiers, kabar ini jadi pengingat bahwa posisi wakil rakyat memang bukan hanya soal jabatan, tapi juga soal tanggung jawab yang besar di mata masyarakat.
