Logo Kamini

Jalani Histeroskopi, Meisya Siregar Ceritakan Gejala Perimenopause

Ditulis oleh Kamini.id
Jalani Histeroskopi, Meisya Siregar Ceritakan Gejala Perimenopause_

Kamini.id – Meisya Siregar kembali jadi sorotan setelah membagikan pengalaman pribadinya terkait perimenopause yang dialaminya di usia 40-an. Melalui cerita yang ia bagikan, Meisya berharap banyak perempuan lebih aware terhadap kesehatan rahim dan gejala hormonal yang sering disepelekan.

Aktris sekaligus presenter ini mengungkapkan bahwa ia mengalami pendarahan abnormal pascamenstruasi yang berlangsung hingga satu bulan penuh. Kondisi ini sempat terjadi dua kali dalam dua tahun terakhir. Anehnya, Meisya tidak merasakan nyeri hebat, hanya rasa tidak nyaman seperti saat menjelang menstruasi.

Setelah menjalani pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya penebalan dinding rahim hingga 14 milimeter, disertai polip dan miom kecil. Penyebab utamanya diduga berasal dari ketidakseimbangan hormon yang kerap terjadi di fase perimenopause.

Untuk menangani masalah tersebut, Meisya memilih menjalani prosedur histeroskopi. Tindakan ini dipilih karena dianggap lebih akurat dibanding kuretase, yakni dengan menggunakan kamera untuk melihat langsung kondisi rahim.

“Prosesnya hanya butuh satu hari rawat inap, minim luka luar, dan pemulihannya cepat,” ungkap Meisya.

Sel polip yang diangkat kemudian dikirim ke laboratorium patologi anatomi guna memastikan apakah bersifat jinak atau ganas. Saat ini, Meisya masih menjalani pengobatan hormonal sambil menunggu hasil lengkap pemeriksaan.

Jika ditemukan ketidakseimbangan hormon signifikan, terapi hormon estrogen bisa menjadi opsi lanjutan. Namun, apabila hasilnya mengarah pada potensi keganasan, tindakan pengangkatan rahim total kemungkinan akan dilakukan.

Menariknya, Meisya baru mengetahui bahwa perimenopause bisa terjadi sejak usia 40-an, bahkan sebelum masa menopause total. Gejalanya pun beragam, mulai dari pendarahan tidak normal, mood swing, hingga hot flashes.

“Banyak perempuan di usia 40-an mengalami hal serupa, tapi sering nggak sadar atau malah menyepelekan gejalanya,” kata Meisya.

Ia juga meluruskan bahwa IUD yang digunakannya selama 9 tahun bukan penyebab utama pendarahan tersebut, meski idealnya IUD diganti setiap 5 tahun.

Meski sempat merasa takut sebelum operasi, dukungan keluarga membuatnya lebih tenang.

“Awalnya anak-anak kira ini operasi besar, tapi ternyata prosesnya cepat dan pemulihan lancar. Bersyukur banget,” tambahnya.

Melalui kisah ini, Meisya berpesan agar perempuan tidak ragu melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi secara detail, terutama jika ada gejala abnormal.

“Gangguan hormon di usia 40-an memang alami, tapi tetap harus dikelola dengan baik,” tutupnya.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram