Ratna Sari Dewi Soekarno: Dari Istri Presiden RI Jadi Calon Legislatif Jepang

Kamini.id - Langkah besar diambil oleh Dewi Soekarno alias Naoko Nemoto. Setelah 63 tahun menyandang status Warga Negara Indonesia (WNI), ia resmi melepas kewarganegaraan tersebut pada 12 Februari 2025. Keputusan ini diambil sebagai syarat untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Jepang.
Ya, Ratna Sari Dewi Soekarno, begitu nama Indonesianya yang kini berencana ikut serta dalam pemilu Jepang musim panas 2025 melalui jalur proporsional nasional untuk Dewan Perwakilan Jepang (Diet).
Kilas Balik Kisah Cinta di Tengah Diplomasi
Pertemuan pertama antara Soekarno dan Naoko Nemoto terjadi pada 16 Juli 1959. Saat itu, Presiden pertama RI sedang menjalani kunjungan kenegaraan ke Jepang. Dalam sebuah jamuan makan malam resmi, Bung Karno berjumpa dengan Naoko, gadis 19 tahun yang tampil sebagai pengisi acara.
Tiga bulan setelah pertemuan tersebut, Soekarno mengundang Naoko ke Jakarta. Mereka menikah pada 3 Maret 1962, dan sejak itu Naoko memeluk Islam serta mengganti namanya menjadi Ratna Sari Dewi Soekarno.
Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang putri bernama Kartika Sari Dewi yang lahir pada 11 Maret 1967 di Tokyo, Jepang.
Pernikahan Singkat, Pengaruh yang Panjang

Sayangnya, pernikahan Dewi Soekarno dengan sang proklamator tidak bertahan lama. Keduanya resmi bercerai pada tahun 1970. Meski begitu, Dewi tetap mempertahankan status sebagai WNI selama puluhan tahun setelahnya.
Namun, meski menjadi WNI, Dewi Soekarno tidak tinggal di Indonesia. Ia memilih menetap di luar negeri, dan baru kembali ke Jepang pada tahun 2008. Saat ini, ia tinggal di kawasan Shibuya, Tokyo.
Langkah Politik Baru di Negeri Sakura

Kini, di usianya yang tak lagi muda, Dewi Soekarno menunjukkan bahwa semangat dan pengaruhnya belum padam. Dengan keputusan melepaskan status WNI, ia menandai babak baru dalam hidupnya sebagai warga negara Jepang yang siap mengabdi lewat jalur politik.
Bagi banyak orang, sosok Dewi Soekarno bukan hanya dikenal sebagai istri presiden, tapi juga sebagai simbol pesona, keberanian, dan keteguhan dalam menghadapi babak-babak hidup yang tak biasa.
