Selingkuh Itu Penyakit atau Bukan? Ini Jawaban Psikologisnya
Kaminiers, topik selingkuh emang sensitif tapi selalu menarik buat dibahas. Di satu sisi, ada yang bilang pelaku perselingkuhan memang "sakit secara emosional", di sisi lain banyak juga yang menilai itu cuma alasan buat menutupi pilihan yang menyakitkan.
Berita perselingkuhan sudah bukan hal yang aneh, rasanya hampir setiap hari ada saja cerita selingkuh yang bikin geleng-geleng kepala. Akhirnya datang sebuah pertanyaan dibenak kita, "sebenarnya, selingkuh itu penyakit atau bukan, sih?"
Selingkuh Bukan Penyakit Secara Medis, Tapi...
Sumber: Octavian Grigorescu's ImagesSecara medis dan psikologis, selingkuh bukan termasuk gangguan mental yang bisa diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Artinya, selingkuh bukanlah penyakit klinis seperti depresi atau gangguan kepribadian.
Tapi, menurut beberapa psikolog, kebiasaan selingkuh yang berulang bisa jadi indikator dari masalah psikologis lebih dalam, seperti narcissistic personality disorder, attachment disorder, atau trauma masa lalu.
Apakah Orang yang Selingkuh Bisa Sembuh?
Sumber: Vladans / Getty ImagesBisa banget, Kaminiers, dengan catatan orang tersebut sadar dengan kesalahannya, mau berubah, dan bersedia untuk menjalani proses penyembuhan emosional. Rajin konseling, introspeksi diri, dan komunikasi sehat bisa jadi jalan untuk memperbaiki diri. Tapi kalo nggak ada niat, ya... susah juga. Selingkuh bisa terus terjadi sebagai pola berulang yang toxic.
Mengapa Selingkuh Terjadi?
Sumber: Skynesher / Getty ImagesKaminiers, selingkuh itu bukan khilaf! Nah, ini beberapa alasan umum kenapa seseorang memilih untuk selingkuh, antara lain:
- Kurangnya keintiman dan koneksi emosional dalam hubungan
- Rasa bosan atau butuh validasi
- Impulsivitas dan kurangnya kontrol diri
- Trauma masa lalu yang belum selesai
- Lingkungan pertemanan yang permisif
Dan uniknya, sebagian pelaku selingkuh mengaku tetap mencintai pasangannya. Tapi, cinta tanpa kontrol diri? That’s dangerous, Kaminiers.
Lalu, Selingkuh itu Salah Siapa?
Sumber: RDNE Stocl Project / PexelsPertanyaan ini sering muncul di komentar netizen. Jawabannya? Ya, salah yang selingkuh dong. Tapi di balik itu, penting juga melihat hubungan secara utuh. Apakah ada ketidakseimbangan komunikasi, ketidakpuasan emosional, atau sekadar ego yang menguasai? Namun, bagaimana pun juga "perselingkuhan tidak akan pernah bisa dibenarkan."
Jadi, selingkuh bukan penyakit secara medis, tapi bisa jadi gejala dari luka batin yang belum sembuh. Yang jelas, ini bukan sesuatu yang bisa dibenarkan. Kalau kamu atau pasangan pernah ada di fase ini, jangan buru-buru menyalahkan, tapi juga jangan membiarkan luka makin dalam. Evaluasi, komunikasi, dan kalau perlu, konsultasi. Semoga kamu selalu dikelilingi hubungan yang sehat dan penuh kesetiaan, ya Kaminiers.

